post-Modern

KATAPENGANTAR

         Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Dan tanpa pertolongan-Nya, mungkin makalah ini tidak akan dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya sesuai dengan yang diinginkan.

         Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui paradima pemikiran di era Post-modernisme dalam islam sebagai refleksi dari era Modernisme. Makalah ini disusun dengan berbagai rintangan. Baik yang datang dari diri penyusun mupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

         Makalah ini memuat tentang “Aliran dan Tokoh Post-modernisme Dalam Islam” yang merupakan antitesa dari era modern yang identik dengan paradigma positivistik, empiris dan rasionalis. Dan terkadang tidak relevan dengan kondisi sosio-kultural yang ada di masyarakat.

         Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan cakrawala berpikir yang lebih luas kepada pembaca. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan emoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman semuanya.

                                                                                                    

 Penyusun,

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia saat ini sedang bergejolak, khususnya dalam bidang filsafat, ilmu, seni dankebudayaan. Manusia merasa tidak puas dan tidak dapat bertahan dengan perkembanganilmu pengetahuan dan teknologi, kapitalisme, serta cara berpikir modern. Modernismedianggap sudah usang dan harus diganti dengan paradigma baru yaitu postmodernisme.Postmodernisme adalah suatu pergerakan ide yang menggantikan ide-ide zaman modern(yang mengutamakan rasio, objektivitas, dan kemajuan). Postmodern ingin memiliki cita-cita, ingin meningkatkan kondisi ekonomi dan sosial, kesadaran akan peristiwa sejarahdan perkembangan dalam bidang penyiaran. Postmodern mengkritik modernisme yangdianggap telah menyebabkan desentralisasi di bidang ekonomi dan teknologi, apalagi hal ini ditambah dengan pengaruh globalisasi. Selain itu, postmodern menganggap mediayang ada saat ini hanya berkutat pada masalah yang sama dan saling meniru satu samalain.

 

Perjalanan sejarah umat manusia telah memasuki zaman Postmodern. Namun demikian nampaknya belum ada kesepakatan tentang konsep Postmodern tersebut. Dalam studi Postmodernisme mengisyaratkan adanya dua hal. Pertama, Postmodernisme dipandang sebagai keadaan sejarah setelah zaman Modern. Dalam pengertian ini era modern telah dianggap berakhir dan dilanjutkan dengan zaman berikutnya, yaitu Postmodern. Kedua, Postmodernisme dianggap sebagai gerakan intelektual yang mengkritik dan mendekonstruksi paradigma pemikiran pada zaman modern.

 

Sebagaimana diketahui bahwa modernisme yang sangat mengagungkan kekuatan rasionalitas, mengusung pandangan hidup saintifik, sekularisme, rasionalisme, empirisisme, cara befikir dikotomis, pragamatisme, penafian kebenaran metafisis meskipun telah menghasilkan berbagai sains modern dan teknologi akan tetapi telah menyisakan problem serius, yakni membawa manusia pada absolutisme, alienasi serta cenderung represif. Oleh karenanya Postmodern muncul sebagai gugatan atas worldview zaman modern yang bersifat absolut dan represif ini. Postmodern membawa dan mewacanakan Pluralisme, relativisme dan penolakan terhadap kebenaran tunggal seperti yang terjadi di zaman modern.

 

 

B. Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang masalah yang termaktub di atas, maka rumusan masalah yang dapat diangkat adalah :

I. Jelaskan pengertian Post-modernisme dan sejarah munculnya ?

II. Bagaimanakah ciri-ciri era Post-modernisme ?

III. Bagamanakah sejarah Post-modernisme dalam Islam serta aspek-aspek peradabannya ?

IV. Siapakah Tokoh Post-modernisme dalam islam beserta pemikirannya ?

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

I.A. Pengertian

Secara etimologis Postmodernisme terbagi menjadi dua kata, post dan modern. Kata post, dalam Webster’s Dictionary Library adalah bentuk prefix, diartikan dengan ‘later or after’. Bila kita menyatukannya menjadi postmodern maka akan berarti sebagai koreksi terhadap modern itu sendiri dengan mencoba menjawab pertanyaan pertanyaan yang tidak dapat terjawab di zaman modern yang muncul karena adanya modernitas itu sendiri.

Sedangkan secara terminologi, menurut tokoh dari postmodern, Pauline Rosenau (1992) yanng dikutip dari artikel Haris mendefinisikan Postmodern secara gamblang dalam istilah yang berlawanan antara lain: Pertama, postmodernisme merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Juga postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas.Yaitu pada akumulasi pengalaman peradaban Barat adalah industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, negara bangsa, kehidupan dalam jalur cepat. Namun mereka meragukan prioritas-prioritas modern seperti karier, jabatan, tanggung jawab personal, birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme, egalitarianisme, penelitian objektif, kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal dan rasionalitas. Kedua, teoritisi postmodern cenderung menolak apa yang biasanya dikenal dengan pandangan dunia (world view), metanarasi, totalitas, dan sebagainya.[1]

B. Sejarah Postmodernisme

Postmodernisme berasal dari kata  post dan modern. “Post” atau” pasca” secara literal mengandung arti sesudah, jadi istilah Postmodernisme berarti era pasca modern berupa gugatan kepada modernisme. Berkaitan dengan definisi Postmodernisme itu sendiri, belum ada rumusan yang baku sampai saat ini, karena Postmodernisme sebagai wacana pemikiran masih terus berkembang sebagai reaksi melawan modernisme yang muncul sejak akhir abad 19.[2]

            Istilah Postmodernisme digunakan dalam berbagai arti, dan tidak mudah untuk membuat dan merumuskan satu definisi yang dapat mencakup atau menjangkau semua dimensi arti yang dikandungnya.  Istilah postmodernsme pertama kali muncul sebelum tahun 1926, yakni tahun 1870 an oleh seniman Inggris bernama John Watkins. Ada juga yang menyatakan bahwa istilah Postmodernisme telah dibuat pada akhir tahun 1940 oleh sejarawan Inggris, Arnold Toynbee. Akan tetapi istilah tersebut baru digunakan pada pertengahan 1970 oleh kritikus seni asal Amerika, Charles Jenck untuk menjelaskan gerakan anti modernism.[3]

 

Istilah postmdernisme pertama-tama dipakai dalam seni arsitektur. Diantara ciri utama arsitektur modern adalah gedung-gedung tinggi menjulang yang sangat teratur tanpa banyak variasi. Dari seni arsitektur, istilah Postmodernisme dipakai juga untuk bidang teori sastra, teori sosial, gaya hidup, filsafat, bahkan juga agama.

 

            Dalam kajian Postmodernisme mengisyaratkan pada dua hal. Pertama. Postmodernisme dipandang sebagai keadaan sejarah setelah zaman modern. Dalam hal ini modernisme dipandang telah mengalami proses akhir yang akan digantikan dengan zaman berikutnya, yaitu postmodern. Kedua. Postmodern dianggap sebagai gerakan intelektual (intellectual movmen) yang mencoba menggugat, bahkan  mendekonstruksi pemikiran sebelumnya yang berkembang dalam bingkai paradigma pemikiran modern dengan pilar utamanya kekuatan rasionalitas manusia, hal ini ingin digugat karena telah menjebak manusia kepada absolutisme dan cenderung represif,[4]yang keduanya akan kami bahas dalam bab-bab selanjutnya.

Adapun inti pokok alur pemikiran Postmodernisme adalah menentang segala hal yang berbau kemutlakan, baku, menolak dan menghindari suatu sistematika uraian atau pemecahan persoalan yang sederhana dan skematis, serta memanfaatkan nilai-nilai yang berasal dari berbagai aneka ragam sumber.[5]

 

II. Konsep dan Ciri-ciri di Era Postmodernisme

Menurut Amin Abdullah, ciri-ciri Post modernisme terbagi ke dalam dua bentuk.  Pertama, Post-modernisme sebagai mode pemikiran dan Kedua, sebagai periode kesejarahan.

 

1) Post-modernisme sebagai mode pemikiran

A.  Dekonstruktifisme

Era Postmodernisme ingin melihat suatu fenomena social, fenomena keberagamaan, realitas fisika apa adanya, tanpa harus terkurung oleh anggapan dasar atau teori baku dan standar yang diciptakan  pada masa modernisme. Maka konstruksi bangunan  atau bangunan keilmuan yang telah dibangun susah payah oleh generasi modernisme ingin diubah, diperbaiki, dan disempurnakan oleh para pemikir postmodernis. dalam istilah Amin Abdullah dikenal dengan “ deconstructionism” yakni upaya mempertanyakan ulang teori-teori yang sudah mapan yang telah dibangun oleh pola pikir modernisme, untuk kemudian dicari dan disusun teori yang lebih relevan dalam memahami kenyataan masyarakat, realitas keberagamaan, dan realitas alam yang berkembang saat ini.[6] 

B. Relativisme

Dari sinilah nampak jelas, bahwa para pemikir Postmodernisme menganggap bahwa segala sesuatu itu sifatnya relative dan tidak boleh absolut, karna harus mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada. Namun konsepsi relativisme ini ditentang oleh Seyyed Hoessein Nasr, seorang pemikir kontempor. Baginya tidak ada relativisme yang absolut lantaran hal itu akan menghilangkan normativitas ajaran agama. Tetapi juga tidak ada pengertian absolut yang benar-benar absolut, selagi nilai-nilai yang absolute itu dikurung oleh historisitas keanusiaan itu sendiri.

C. Pluralisme

Akumulasi dari ciri pemikiran Postmodernisme yaitu pluralisme. Era pluralisme  sebenarnya sudah diketahui oleh banyak bangsa sejak dahulu kala, namun gambaran era pluralisme saat itu belum dipahami sepeti era sekarang,Hasil teknologi modern dalam bidang transportasi dan komunikasi menjadikan era pluralisme budaya dan agam telah semakin dihayati  dan dipahami oleh banyak orang dimanapun mereka berada. Adanya pluralitas budaya, agama, keluarga, ras, ekonomi, social, suku, pendidikan, ilmu pengetahuan, militer, bangsa, negara, dan politik merupakan sebuah realitas. 

2) Post-modernisme sebagai periode kesejarahan

Merujuk Akbar S. Ahmed, dalam bukunya Postmodernism and Islam (1994), terdapat delapan ciri karakter sosiologis postmodernisme.[7]

 

Pertama, timbulnya pemberontakan secara kritis terhadap proyek modernitas, memudarnya kepercayaan pada agama yang bersifat transenden dan semakin diterimanya pandangan pluralisme-relativisme kebenaran.

 

Kedua, meledaknya industri media massa, sehingga ia seolah merupakan perpanjangan dari  system indera, organ dan syaraf manusia. Kondisi ini pada gilirannya  menjadikan dunia dan ruang realitas kehidupan terasa menyempit. Lebih dari itu, kekuatan media massa telah menjelma menjadi Agama dan Tuhan baru yang menentukan kebenaran dan kesalahan perilaku manusia.

 

Ketiga, munculnya radikalisme etnis dan keagamaan. Fenomena ini muncul sebagai reaksi manakala orang semakin meragukan kebenaran ilmu, teknologi dan filsafat modern yang dinilai gagal memenuhi janji emansipatoris untuk  membebaskan manusia dan menciptakan kehidupan yang lebih baik.

 

Keempat, munculnya kecenderungan baru untuk menemukan identitas dan apresiasi serta keterikatan romantisme dengan masa lampau.

 

Kelima, semakin menguatnya wilayah perkotaan (urban area) sebagai pusat kebudayaan dan sebaliknya, wilayah pedesaan (rural area) sebagai daerah pinggiran. Pola ini juga berlaku bagi menguatnya dominasi negara maju (Negara Dunia Pertama)  atas negara berkembang (Negara Dunia Ketiga).

 

Keenam, semakin terbukanya peluang bagi berbagai kelas sosial atau kelompok minoritas untuk mengemukakan pendapat secara lebih bebas dan terbuka. Dengan kata lain, era postmodernisme telah turut mendorong proses demokratisasi.

 

Ketujuh, munculnya kecenderungan bagi tumbuhnya ekletisisme dan pencampuradukan berbagai diskursus, nilai, keyakinan dan potret serpihan realitas, sehingga sekarang sulit untuk menempatkan suatu objek budaya secara ketat pada kelompok budaya tertentu secara eksklusif.

 

Kedelapan, bahasa yang digunakan dalam diskursus postmodernisme seringkali mengesankan tidak lagi memiliki kejelasan makna dan konsistensi, sehingga bersifat paradoks (Ahmed, 1992:143-4).

III.A. Sejarah Post-modernisme Dalam Islam

Bagi umat Islam, modernisme adalah salah satu fase sejarah yang ditandai dengan maraknya aktivitas mulai dari maraknya pemikiran Islam hingga tindakan politik, dari arsitektur hingga mode berpakaian. Fase modernis Muslim pada dasarnya banyak dipengaruhi oleh kolonialisme Eropa, sehingga dalam beberapa hal umat Islam banyak unsure kesamaannya dengan Negara Eropa. Oleh Karena itu jika fase modern berarti mengejar pendidikan Barat, tekhnologi dan industrialisai pada fase pertama periode pasca colonial, maka postmodern bias diartikan sebagai upaya kembali kepada nilai-nilai tradisional Muslim dan menolak modernisme yang nantinya akan mebangkitkan rospon kaum muslim dalam segala bidang, termasuk politik, arsitektur, serta mode pakaian.[8]Oleh karena itu Postmodernisme dalam dunia islam mempunyai arti peralihan menuju identitas Islam yang sejati yang bertentangan dengan identitas Barat.[9]

 

Berbagai respon diberikan masyarakat muslim terhadap postmodernisme ini. Jika Postmodernisme dipandang semata-mata sebagai bentuk respon dan jawaban terhadap kekurangan-kekurangan dan kelemahan modernisme, maka kita dapat melihat kembali bentuk-bentuk respon masyarakat muslim terhadap modernisme. Karena baik disadari atau tidak, respon masyarakat terhadap modernisme sebenarnya merupakan refleksi, apresiasi dan respon masyarakat muslim terhadap munculnya postmodernisme. Di antara respon masyarakat muslim tersebut adalah:

a.      Ada yang mengingkari seluruh nilai-nilai modernitas dan melihatnya sebagai akar penyebab munculnya problem modern

b.      Ada yang melihatnya sebagai sebuah berkah

c.       Ada yang melakukan kritik dan memodifikasi modernisme

Sikap-sikap seperti ini ada pada masyarakat muslim pascamodern atau postmodern. Maka logika dialektikanya, bahwa respon masyarakat muslim terhadap postmodernisme adalah:

a.       Ada yang menerima secara utuh postmodernisme dalam Islam sebagai jawaban terhadap problem-problem modern

b.      Ada yang masih terkagum-kagum terhadap modernisme sehingga tidak peduli dengan wacana postmodernisme.

c.       Mayoritas di antara umat muslim tetap dalam bentuknya yang tradisional

d.      Yang paling banyak di antara mereka adalah tidak tahu wacana postmodernisme sama sekali sehingga tidak memberikan respon apa-apa, kendatipun kadang-kadang tanpa disadari pola pemikira maupun tindakan mereka mengarah pada pola post-modernisme.[10]

 

B. Aspek-aspek Peradaban Postmodernisme dalam Islam

1) Dalam bidang Pendidikan

Ditandai dengan adanya pergeseran paradigma dalam memandang ilmu pengetahuan, dari pemisahan keilmuan agama dengan keilmuan umum kepada paradigma integralistik, yaitu penyatuan antara dua kelompok besar ilmu tersebut. Hal ini karena dinilai bahwa pemisahan antar keduanya telah menyebabkan pada kehidupan yang tidak seimbang. Mereka yang mengenyam pendidikan umum akan terasa jauh dari agama sehingga merasa kekeringan spiritualitasnya. Pergeseran nilai juga terjadi akibat berkembang pesatnya ilmu dan tehnologi yang tidak berwawasan manusiawi. Pemaknaan hiduppun menjadi tidak lagi pengabdian suci untuk menata kehidupan berkebudayaan secara harmonis, melainkan sudah mengukuhkan suatu tatanan hukum rimba. Nilai-nilai cinta kasih telah bergeser pada individualistik.[11]

 

2) Dalam Bidang Teknologi Informasi

Sebagaimana dinyatakan Akbar S. Ahmad, bahwa ciri sosiologis peradaban postmodernisme adalah dengan mendominasinya media massa. Dalam realitas kehidupan, hal ini bisa dilihat dengan sangat nyata. Dalam kehidupan muslim, hal ini dapat dilihat seperti semakin luasnya media dakwah. Dakwah tidak lagi hanya dengan pengajian-pengajian akan tetapi melalui telavisi, radio, internet, telephone celluler, majalah, buku, dan berbagai media baik elektronik maupun cetak yang lain. Bagaimana pentingnya media massa ini juga telah turut mengilhami umat Muslim untuk mendirika stasiun televisi maupun radio, memiliki penerbitan dan percetakan. Hal ini terlihat dengan mulai munculnya stasiun televisi maupun radio yang Islam oriented. Pada umumnya ini didirikan oleh lembaga-lembaga pendidikan.

Demikianlah karakteristik masyarakat postmodern, sebagaimana dinyatakan Jalaluddin Rahmat bahwa masyarakan yang akan datang adalah masyarakat yang ditandai dengan dominasi teknologi komunikasi. Sebagaimana alam pada zaman pertanian, modal pada zaman industri, maka informasi adalah kekayaan dan kekuasaan pada zaman pascamoderndalam masyarakat.[12]

 

3) Dalam bidang Arsitektur

Dinyatakan oleh Andy Siswanto, bahwa kecenderungan arsitektur postmodernisme adalah bersifat naratif, simbolisme dan fantasi. Masa lalu bisa ditulis kembali sebagai fiksi. Ide regionalisme berkembang pada zaman postmodernisme, terlebih di dunia ketiga seperti Indonesia. Konsep ini sering diromantisir dan dipolitisir dalam semangat nasionalisme. Bahkan bisa dipadukan dalam kerangka “eksotisme atau orientalisme”. Pandangan ide ini adalah bahwa arsitektur tradisional, baik yang adiluhung maupun yang merakyat dipercaya mampu merepresentasikan sosok arsitektur yang sudah terbukti ideal: sebuah harmoni yang lengkap dari “bentuk jadi, budaya, tempat dan iklim”. Oleh karenanya, misi gerakan ini adalah mengembalikan kelangsungan rangkaian arsitektur masa kini dengan kekhasan arsitektur masa lampau yang ada pada suatu wilayah budaya tertentu dengan mencoba mengimbangi perusakan budaya setempat oleh kombinasi kekuatan sistem produksi baik rasionalisasi, birokrasi, pengembangan skala besar maupun oleh gaya internasional.[13]

 

4) Dalam bidang Seni Islam

Tradisi yang secara sadar mengikat spritualitas dengan seni terus berjalan di kalangan muslim. Seni bertindak sebagai jembatan yang membawa inspirasi, trend, gaya dan ide-ide di antara kultur Islam. Selama beberapa periode di negara-negara muslim seni dihambat dan sulit mencari pelindung. Karena itu, ekspresi seni di  negara MuslIm diaprisiasi secara steril. Bakat-bakat seni muslim kontemporer telah menemukan ekspresinya. Salah satu buktinya bayaknya seni film yang disutradari oleh seniman muslim, antara lain kontribusi muslim dalam sinema India yang memiliki industri perfilman terbesar di dunia.[14]

 

IV. Tokoh Postmodernisme Dalam Islam

 

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

1. Post-modernisme merupakan antitesa dari era modernisme yang mendekonstruksi pemikiran sebelumnya yang berkembang dalam bingkai paradigma pemikiran modern dengan pilar utamanya kekuatan rasionalitas manusia.

2. Menurut Amin Abdullah, ciri-ciri Postmodernisme terbagi pada dua hal, Postmodernisme sebagai mode pemikiran dan periode kesejarahan.

3. Menurut Akbar.S.Ahmed, Postmodernisme dalam dunia islam mempunyai arti peralihan menuju identitas Islam yang sejati yang bertentangan dengan identitas Barat.

4. Postmodernisme telah memasuki aspek-aspek peradaban dalam Islam, di antarnya dalam bidang pendidikan, tekhnolofi dan informasi, arsitektur dan seni Islam.

 

B. Daftar Pustaka

Abdullah, Amin, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Ahmed, Akbar S., Postmodernisme: Bahaya dan Harapan bagi Islam terj. M. Sirozi, Bandung: Mizan, 1993

 

 


[2] Dikutip dari  internet. http ://aryaverdimandhani.blogspot.com.rabu.12:43 Pm.

[3] http ://aryaverdimandhani.blogspot.com. rabu.12:45 Pm.

[4] Lihat makalah Dr. Agussalim Sitompul, “Sejarah dan Peradapan Islam”, hal. 5

[5] Abdullah, Amin, Falsafah Kalam Di Era Postmodernisme, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 96.

[6] Ibid, hal. 99-101.

[7] Ahmed, S , Akbar, Postmodernisme Bahaya Dan Harapan Bagi Islam,(Bandung:Mizan 1994), hlm 26-42.

[8] Akbar S. Ahmed, Postmodernisme…, hlm. 46.

[9] Ibid., hlm. 47

[10] Sihabuddin, “Postmodernisme dalam Islam dan Respon Masyarakat Muslim”,  AKADEMIKA, Vol. 10. No.2. Maret 2002., hlm. 50-51

[11] Arifin,  Syamsul, et.all., Spiritualisasi Islam dan Peradaban Masa Depan (Yogyakarta: SIPRESS, 1996), hlm.152-153

[12] Rahmat , Jalaluddin, Islam Aktual: Refleksi-Sosial Seorang Cendekiawan Muslim (Bandung: Mizan, 1998), hlm.67

[13] Siswanto, Andy, Menyangkal Totalitas dan Fungsionalisme; Postmodernisme dalam Arsitektur dan Desain Kota, KALAM Jurnal Kebudayaan, Edisi 1, 1994., hlm.36-37

[14] Ibid., hlm. 210

Leave a comment