Penggunaan Isim dan Fi’il dalam Al- Qur’an

BAB I

PENDAHULUAN

       Al-Qur’an adalah kitab sumber dasar hukum Islam, bukanlah kitab hukum islam. Oleh karena itu, untuk menemukan hukum yang terkandung di dalamnya, diperlukan adanya suatu penafsiran. Dalam menafsirkan al-Qur’an terdapat beberapa kaidah penafsiran, agar isi atau kandungan serta pesan-pesan al-Qur’an dapat ditangkap dan dipahami secara baik sesuai dengan tingkat kemampuan manusia.

Mayoritas ulama barpendapat bahwa dalam menafsirkan al-Qur’an diperlukan kaidah-kaidah tertentu, terutama kaidah bahasa. Kaidah-kaidah penafsiran itu ada tiga macam yaitu kaidah dasar, kaidah syar’i dan kaidah kebahasaan. Kaidah dasar ialah menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, dengan hadits nabi, pendapat sahabat, dan dengan pandapat tabi’in. Sedangkan kaidah syar’i ialah menafsirkan al-Qur’an dengan ijtihad, diantaranya ialah: mantuq dan mafhum, mutlaq dan muqayyad, mujmal dan mufhassal dan lain-lain.

Sedangkan kaidah kebahasan ialah kaidah yang menjadi alternatif dalam menafsirkan al-Qur’an. Kaidah kebahasaan ini mencakup kaidah isim dan fi’il, amr dan nahy, istifham, dlamir, mufrad dan jamak, muzakkar  dan muannats, taqdim dan ta’khir dan lain-lain. Namun yang akan dibahas dalam tulisan ini hanya kaidah isim  dan fi’il.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

  1. A.    Pengertian Isim dan Fi’il

Menurut ulama’ ahli nahwu pengertian isim yaitu kata yang menunjukkan makna atas dirinya sendiri yang tidak bersamaan dengan waktu. Sedangkan pengertian fi’il yaitu kata yang menunjukkan makna atas dirinya sendiri dan bersamaan dengan waktu, jika kata itu menunjukkan atas waktu lampau maka disebut fi’il madhi, dan jika kata itu menunjukkan atas waktu sekarang dan yang akan datang disebut fi’il mudhari, dan jika kata itu menunjukkan atas tuntutan sesuatu pada waktu yag akan datang disebut fi’il amar.

Menurt As-suyuti isim menunjukkan tetapnya keadaan beserta kelangsunganya, sedangkan fi’il menunjukkan timbulnya sesuatu yang baru dan terjadinya suatu perbuatan.[1] Isim juga disebut dengan  Jumlah ismiyah yang berarti menunjukkan arti subut (tetap) & istimrar (terus-menerus). Sedangkan fi’il disebut  jumlah fi’liyah yang  menunjukkan arti tajaddud (timbulnya sesuatu) & hudus (temporal). Tajaddud dalam fi’il madli berarti perbuatan itu timbul tenggelam, kadang ada kadang tidak. Sedangkan dalam fi’il mudlari’ berarti perbuatan itu terjadi berulang-ulang.[2]

Jika didalam Al-Qur’an terdapat ayat yang menggunakan fi’il madli untuk peristiwa yang belum terjadi, ini berarti peristiwa itu pasti akan terjadi, tidak dapat ditawar. Contohnya adalah :

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

            Artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman & bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit & bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al-A’raf (7) : 96)

Jika peristiwa itu telah terjadi & yang dipakai adalah fi’il mudlari’, maka ini berarti peristiwa itu akan terus terjadi.

 

  1. B.     Contoh – Contoh Penggunaan Isim dan Fi’il dalam Al – Qur’an

Didalam Al–qur’an sering ditemukan kalimat–kalimat yang menggunakan bentuk isim dan fi’il. Masing–masing bentuk tersebut mempunyai makna yang berbeda–beda yang tidak bisa ditukarkan untuk mendapatkan makna yang sama.

  1. 1.      Cotoh ayat yang menggunakan isim :
    1. QS. Al – hujurat: 15

 

انماالمؤمنونالذينامنوابالله ورسوله ثم لم يرتابواوجاهدواباموالهم وانفسهم في سبيل الله اولئك همالصدقون.

         Artinya: “sesungguhnya orang–orang yang mukmin yang sebenarnya ialah mereka yang beriman kepada Allah dan RasulNya, kemudian mereka tidak ragu–ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang–orang yang benar”.

         Dalam ayat tersebut penggunaan isim di lafal mu’minun menunjukkan keadaan pelakunya yang senantiasa menjaga imanya secara berkesinambungan dan tidak hanya untuk sementara. Karena pada dasarnya iman itu bersifat kontemporer. Dan lafal mu’min digunakan untuk sebutan orang yang selalu diliputi rasa keimanan.

  1. QS. Al – kahfi : 18

وتحسبهم ايقاظاوهم رقود ونقلبهم ذات اليمين وذات الشمال وكلبهم باسطذراعيه بالوصيد لواطلعت عليهم لوليت منهم فراراولملئت منهم رعبا.

            Artinya: “Dan engkau mengira mereka itu tidak tidur, padahal mereka tidur, dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka membentangkan kedua lenganya di depan pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentu kamu akan berpaling melarikan diri dari mereka dan kamu akan dipenuhi rasa takut terhadap mereka”.

             Dalam ayat ini penggunaan isim menunjukkan keadaan anjing ashabul kahfi ketika tidur di dalam gua. Anjing itu dalam keadaan merentangkan kaki ketika tidur. Penggunaan isim menunjukkan tetapnya keadaan anjing sepanjang dia tidur.

  1. QS. Al- baqarah: 177

ليس البر ان تولواوجوهكم قبل المشرق والمغرب ولكن البر من امن بالله واليومالاخروالملئكة والكتب والنبين واتىالمال على حبه ذوىالقربى واليتمي ولامسكين وبن السبيل والسائلين وفي الرقاب واقام الصلوة واتىالزكوة والموفون بعهدهم اذاعاهدواوالصبرين فيالبأساءوالضراءوحين البأساولئك الذين صدقواواولئك هم المتقون.

Artinya: “ kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat–malaikat, kitab–kitab, dan nabi–nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang–orang miskin, orang–orang yang dalam perjalanan ( musafir ), peminta–minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang–orang yang menepati janji bila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang–orang yang benar, dan mereka itulah orang–orang yanng bertakwa”.

Penggunaan isim dalam ayat ini untuk menunjukkan kelangsungan sifat–sifat sabar, memenuhi janji, dan takwa yang ada pada pelakunya.[3]

  1. 2.                  Contoh ayat yang menggunakan fi’il
  2. QS. Al- baqarah: 274

الذين ينفقون اموالهم با ليل والنهارسراوعلانية فلهم اجرهم عندربهم ولاخوف عليهم ولاهم يحزنون.

 

Artinya: “  mereka yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi–sembunyi maupun terang–terangan, mereka mendapat pahala disisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereeka dan mereka tidak bersedih hati.”

Kata yunfiqun pada ayat di atas menunjukkan sesuatu yang bersifat temporal, artinya hal tersebut bisa ada dan bisa juga tidak ada. Ketika seseorang mengerjakan pekerjaan itu ia mendapat pahala dan ketika dia meninggalkanya maka dia tidak mendapatkan pahala.

  1. QS. Asy-syu’ara: 78-82

 

الذين خلقني فهو يهدين; والذي هويطعمني ويسقين ;واذامرضت فهو يشفين ;والذي يميتني ثم يحيين ;والذي اطمعوانيغفرليخطيئتي يومالدين.

         Artinya: “ (yaitu) yang telah menciptakan aku, maka dia yang memberi petunjuk kepada ku; dan yang memberi makan dan minum kepadaku; dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku; dan Dia yang mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali); dan yang sangat ku inginkan akan mengampuni keesalahanku di hari kiamat.”

           Kata khalaqa pada ayat diatas menunjukkan penciptaan yang telah selesai dan terjadi pada waktu yang lampau, sedangkan kata yahdi dan lain–lainya dalam rangkaian ayat tersebut menunjukkan terus berlangsungnya perbuatan tersebut berangsur–angsur hingga sekarang.

  1. QS. Fatir : 3

يايهاالناس اذكروانعمت الله عليكم هل من خالق غيرالله يرزقكم من السماءوالارضل لااله الاهو فانى تؤفكون.

             Artinya: “ wahai manusia! ingatlah akan nikmat Allah padamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rizki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan elain Dia, maka mengapa kamu berpaling dari ketauhidan?”

             Kata kholiq dalam ayat di atas menunjukkan sifat yang permanen pada pelakunya sedangkan lafal yarzuqukum menunjukkan pemberian rizki secara bertahap.

  1. QS. An – nahl: 98

فاذاقرأت القران فاستعذبالله من الشيطن الرجيم.

                Artinya: “maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca al-qur’an mohonlah perlindungan pada Allah dari syaitan yang terkutuk.”

                Makna ayat ini menyuruh untuk beristi’adzah (meminta perlindungan) sebelum membaca Al- qur’an bukan sesudah membaca Al- qur’an karena lafal qara’ta menunjukkan bentuk fi’il madhi yang tidak menunjukkan waktu lampau melainkan waktu yang akan datang karena didahului oleh daraf zaman.[4]

  1. QS. Al-maidah: 6

يايهالذين امنو اذا قمتم الى الصلوة فاغسلووجوهكم وايديكم الى المرافق

Artinya: “ hai orang – orang yang beriman! Apabila kamu hendak shalat maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai kesiku…..”

Lafad qumtum dalam ayat ini juga menunjukkan fi’il madhi yang bukan lampau melainkan waktu yang akan datang. Makna ayat ini menyuruh kita untuk berwudu sebelum shalat bukan sesudah shalat. [5]

  1. C.    Tujuan Penggunaan Isim dan Fi’il dalam Al- Qur’an
  2. Penggunaan isim menunjukkan sesuatu yang tetap dan tidak berubah – ubah, contoh QS al kahfi :18.
  3. Penggunaan isim menuujukkan janji surga atau balasan yang sangat tinggi, contoh QS. Al – hijr :15.
  4. Penggunaan fi’il menunjukkan tindakan yang bersifat temporal, contoh QS.al – baqarah: 274.
  5. Penggunaan fi’il menunjukkan pekerjaan yang berulang – ulang dan berkesinambungan, contoh QS. Fatir:3.[6]

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

 

Pengertian isim yaitu kata yang menunjukkan makna atas dirinya sendiri yang tidak bersamaan dengan waktu. Sedangkan pengertian fi’il yaitu kata yang menunjukkan makna atas dirinya sendiri dan bersamaan dengan waktu, secara umum fi’il ada tiga macam yaitu: jika kata itu menunjukkan atas waktu lampau maka disebut fi’il madhi, dan jika kata itu menunjukkan atas waktu sekarang dan yang akan datang disebut fi’il mudhari, dan jika kata itu menunjukkan atas tuntutan sesuatu pada waktu yag akan datang disebut fi’il amar.

Penggunaan isim dan fi’il dalam al–Qur’an mempunyai beberapa tujuan diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Penggunaan isim menunjukkan sesuatu yang tetap dan tidak berubah–ubah, contoh QS Al kahfi :18.
  2. Penggunaan isim menuujukkan janji surga atau balasan yang sangat tinggi, contoh QS. Al–hijr :15.
  3. Penggunaan fi’il menunjukkan tindakan yang bersifat temporal, contoh QS.Al–baqarah: 274.
  4. Penggunaan fi’il menunjukkan pekerjaan yang berulang–ulang dan berkesinambungan, contoh QS. Fatir:3.

 

Contoh penggunaan isim dalam al–Qur’an antara lain terdapat pada surat, Al Hujurat ayat 15, Al Kahfi ayat 18 dan surat Al Baqarah 177. Sedangkan beberapa contoh ayat yang menggunakan fi’il antara lain yaitu QS. Al-baqarah: 274, QS. Asy-syu’ara: 78-82, QS. Fatir : 3, QS. An – nahl: 98, QS. Al-maidah: 6

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Simatupang, M.Fahri. Belajar Mengenal dan Mencintai Al-Qur’an. Bogor: 2002.

Al – Qththan, Mana’. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.2006.

http://dc195.4shared.com/doc/LetoIbFq/preview.html diakses tanggal 25 sep 2012.

http://cikacepet.blogspot.com/2012/03/kaidah-isim-dan-fiil.html diakses tanggal 25 sept 2012.

Masor. Pemakaian fi’il madhi dalam Al- qur’an(analisis morfosintaksis dan implikasinya pada pengajaran). Bandung: UIN sunan gunung jati. 2009

 

 


[2] M. Fachri Simatupang, Belajar Mengenal dan Mencintai Al – qur’an, hlm. 161.

 

[4] Drs. H. Masor, Pemakaian Fi’il Madhi Dalam Al-Qur’an(analisis morfosintaksis dan implikasinya bagi pengajaran), hlm.34

[5] Drs. H. Masor, Pemakaian Fi’il Madhi Dalam Al-Qur’an(analisis morfosintaksis dan implikasinya bagi pengajaran), hlm.34

[6] kaidah-isim-dan-fiil (2).html

Leave a comment